Kamis, Juni 11, 2009

Hidup di Jakarta itu Mahal


Jakarta merupakan kota metropolitan yang paling menarik minat para pendatang terutama yang berasal dari daerah pedesaan untuk mengadu nasib. Banyak orang yang berpikiran bahwa di kota ini, mencari pekerjaan akan lebih mudah daripada di daerah asalnya. Justru tidak hanya para pendatang yang kemudian sulit mencari kerja, tetapi penduduk aslinya pun ikut bersaing memperebutkan lahan pekerjaan.

Semrawut, macet, dan padat itulah kesan yang biasanya ada dibenak banyak orang tentang Kota Jakarta. Jakarta merupakan salah satu kota yang menarik minat banyak orang dari segala kalangan untuk datang dan mengadu nasib di tempat ini. Berbagai macam pekerjaan tersedia di tempat ini, tetapi hanya sedikit orang yang dapat sukses disini. Tidak sedikit orang yang akhirnya hanya menganggur sa
ja dan menambah padat kota ini dengan pemukiman-pemukiman yang tidak memiliki ijin untuk mendirikan bangunan, jadilah kota ini berantakan.

Marsum (34) adalah salah satu pendatang yang berasal dari Kebumen. Ia datang ke Jakarta untuk mengadu nasib karena di desanya ia tidak memiliki pekerjaan dan ia berpendapat bahwa di Jakarta pendapatannya akan lebih banyak daripada di desa. Ternyata di Jakarta, ia hanya dapat bekerja sebagai pencari kayu bakar yang nantinya akan ia jual kepada pembuat tempe untuk dipakai saat merebus kedelai. Ia mendapatkan kayu bakar dimana saja, terutama kalau ada orang yang membuang dan memberikan kayu itu untuknya. Pendapatan yang ia dapatkan dari mengumpulkan kayu bakar, hanya dihargai 25 ribu oleh pembuat tempe setiap harinya atau bahkan tidak dapat sama sekali.

Selain ia bekerja sebagai pengumpul kayu bakar, ia juga memiliki pekerjaan yang lain. Biasanya kalau ada orang y
ang memerlukan tenaga untuk kuli bangunan, ia langsung menawarkan dirinya untuk bekerja sebagai kuli bangunan. Dengan penghasilan 40 ribu perhari yang didapatkan dengan menjadi kuli bangunan, dinilai cukup lumayan untuk menghidupinya sehari-hari dibandingkan dengan berjualan kayu bakar. “Itu saya bekerjanya di perumahan bukan di proyek. Kadang-kadang disuruh kerja disitu. Tapi sekarang lagi ga ada yang butuh kuli,” ujarnya. Pekerjaannya menjadi kuli bukan di sebuah proyek yang besar, tetapi hanya di perumahan saja.

Selain Marsum yang merupakan pendatang di Jakarta, ada banyak penduduk asli Jakarta yang justru kesejahteraannya masih kurang padahal ia berada di tanah kelahirannya. Dan lagi-lagi pendapatannya masih dinilai kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya untuknya maupun keluarganya. Jarkasih (47) merupakan penduduk asli Jakarta yang hanya dapat bekerja sebagai tukang servis reparasi di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Jarkasih yang bertempat tinggal di sekitar daerah Terogong, Jakarta Selatan hanya memiliki pendapatan 800 ribu sebulannya. Pendapatannya dinilai sangat kurang karena biaya sekolah untuk anaknya sangat besar, apalagi ia memiliki 4 orang anak. Mutarom (17), Ajis (15), Dedi (13), dan Hepi merupakan anak-anak Jarkasih yang masih dibiayai hidupnya sampai sekarang.

Pria yang memiliki istri bernama Karsilah ini, mengaku bahwa hidup di Jakarta kini makin sulit, apalagi sekarang harus semakin bersaing dengan para pendatang yang juga mengadukan nasibnya di tanah kelahirannya. Biaya kehidupan yang semakin meningkat membuat kesejahteraan mereka menjadi sangat kurang. Untuk berobat ke rumah sakit pun masih banyak penduduk yang kurang mampu karena biaya rumah sakit atau dokter yang terlampau mahal. “Kadang kalau sakit ya ke dokter, ya kalau ga ada duit cuma pakai obat warung saja lah. Habis murah sih,” kata Jarkasih. Ia tidak memiliki Kartu Rakyat Miskin (RasKin) sebagai pengantar untuk berobat kerumah sakit karena ia pun tidak mengetahui apa kegunaannya dan bagaimana cara membuatnya.

Tidak ada bedanya dengan Jarkasih, Marsum pun hanya membeli obat warung apabila ia sedang sakit. Kalau penyakitnya menjadi semakin parah, ia akan pulang ke daerah asalnya untuk berobat disana. “Kalau kira-kira sakitnya parah, saya takut sih. Jadi mendingan pulang saja dan berobat disana,” sahut Marsu
m sambil tersenyum. Ia juga mengaku bahwa ia tidak memiliki Kartu Raskin karena ia tidak tahu cara membuatnya, tetapi banyak tetangganya yang sudah memiliki kartu tersebut untuk digunakan berobat di Puskesmas.

Walaupun dalam sisi kesehatan Marsum kurang mampu untuk pergi ke rumah sakit, ternyata ia memiliki beberapa barang-barang elektronik untuk mendukung kehidupannya. Ia memiliki televisi dan handphone dirumahnya. Handphone ia gunakan apabila ia sedang rindu pada keluarganya yang ada di Kebumen. Tetapi dalam hal dapur, ia tidak memasak menggunakan kompor gas ataupun kompor minyak tanah. Ia hanya menggunakan tungku dan kayu bakar untuk memasak. Sebagian kayu bakar yang telah dikumpulkannya, digunakan untuk memasak dirumahnya. Sedangkan kayu bakar yang lain dijual ke pembuat tempe. Berbeda dengan Marsum, Jarkasih tidak memiliki satu pun barang elektronik. Biasanya untuk menonton televisi atau mendengarkan radio, ia harus datang ke tetangganya untuk menikmatinya bersama.
Tempat tinggal Marsum dan Jarkasih sama-sama berbentuk bedeng-bedeng yang terbuat dari triplek dan memiliki atap yang terbuat dari seng. Marsum bertempat tinggal di daerah Pondok Pinang, Jakarta Selatan bersama dengan teman-temannya. Sedangkan Jarkasih tinggal di daerah Terogong, Jakarta Selatan bersama dengan istri dan anak-anaknya. Rumah mereka berdua sama-sama tidak memiliki ijin untuk mendirikan bangunan. Rumah Jarkasih yang berada di daerah Terogong san
gat kontras sekali dengan keadaan disekitarnya yang terlihat mewah, terutama di daerah Pondok Indah. Rumah yang diapit diantara dua sekolah yang tergolong sangat elit, yaitu Jakarta International School dan Tirta Marta BPK Penabur itu menjadi terlihat kumuh.

Dengan kehidupan yang sekarang mereka jalani di Jakarta ini, mereka masih merasa kurang sejahtera dan memiliki pendapatan yang tidak seberapa dengan pengeluaran yang harus mereka keluarkan untuk biaya kehidupannya. Hal tersebut membuat mereka merasa pesimis untuk mendapatkan pendapatan yang sesuai dengan biaya kehidupan mereka dan bahkan lebih. Kini mereka hanya bisa berangan-angan untuk mendapatkan uang yang cukup untuk membuat suatu usaha yang nantinya akan dapat menopang kehidupan mereka.

Sekarang bagaimana peran pemerintah membuat orang-orang seperti pak Marsum dan Jarkasih untuk mendapatkan kehidupan yang layak terutama di ibukota kita ini? Hanya para caleg yang tahu,,, hehehe...(CC)

Selasa, Juni 09, 2009

Memakan Jalan

Para pedagang di sekitar daerah Simpang Dago, Bandung (8/06/09) berjualan berbagai macam makanan dan barang di bahu jalan sehingga banyak memakan area jalan raya disekitarnya. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab kemacetan karena jalan yang ada menjadi bertambah sempit. Selain itu, kemacetan juga diakibatkan oleh angkot-angkot yang menaikkan, menurunkan, dan mencari penumpang di jalan secara sembarang. (CC)

Kenakalan Remaja Bukan Trend

Saat ini, kita sering kali mendengar banyak remaja yang terlibat dalam kenakalan remaja, seperti perkelahian, narkoba, sex bebas sampai masalah paling parah, seperti tindakan kriminal. Sebagian remaja mengatakan hal itu adalah trend dan bagi yang tidak melakukannya maka mereka ketinggalan zaman. Namun kebanyakan orang menganggap bahwa hal tersebut merupakan suatu hal yang negatif dan harus dihindari.

Pernahkah kita menyadari bahwa kena
kalan para remaja seharusnya menjadi tanggung jawab remaja itu sendiri dan orang-orang di lingkungan sekitar mereka?
Kenakalan remaja merupakan semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma dan hukum yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri maupun orang-orang di sekitarnya.

Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia 13-18 tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah melampaui masa kanak-kanak, namun masih belum cu
kup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Ia berada pada masa transisi.
Definisi kenakalan remaja menurut para ahli:
  • Kartono, ilmuwan sosiologi
Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang".
  • Santrock
"Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal."

Sejak kapan masalah kenakalan remaja mulai disoroti?
Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di Illinois, Amerika Serikat.

Jenis-jenis kenakalan remaja:

• Penyalahgunaan narkoba
• Seks bebas
• Tawuran antara pelajar

Faktor-faktor yang menyebabkan kenakalan remaja:
- kurangnya kasih sayang orang tua.
- kurangnya pengawasan dari orang tua.
- pergaulan dengan teman yang tidak sebaya.
- peran dari perkembangan iptek yang berdampak negatif.
- tidak adanya bimbingan kepribadian dari sekolah.
- dasar-dasar agama yang kurang
- tidak adanya media penyalur bakat dan hobinya
- kebasan yang berlebihan
- masalah yang dipendam

Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi dan mencegah kenakalan remaja, yaitu:
- Perlunya kasih sayang dan perhatian dari orang tua dalam h
al apapun.
- Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang. contohnya: k
ita boleh saja membiarkan dia melakukan apa saja yang masih sewajarnya, dan apabila menurut pengawasan kita dia telah melewati batas yang sewajarnya, kita sebagai orangtua perlu memberitahu dia dampak dan akibat yang harus ditanggungnya bila dia terus melakukan hal yang sudah melewati batas tersebut.
- Biarkanlah dia bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda umur 2 atau 3 tahun baik lebih tua darinya. Karena apabila kita membiarkan dia bergaul dengan teman main yang sangat tidak sebaya dengannya, yang gaya hidupnya sudah pasti berbeda, maka dia pun bisa terbawa gaya hidup yang mungkin seharusnya belum perlu dia jalani.

- Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi seperti tv, internet, radio, handphone, dll.
- Perlunya bimbingan kepribadian di sekolah, karena disanalah tempat anak lebih banyak menghabiskan waktunya selain di rumah.
- Perlunya pembelanjaran agama yang dilakukan sejak dini, seperti beribadah dan mengunjungi tempat ibadah sesuai dengan iman kepercayaannya.
- Kita perlu mendukung hobi yang dia inginkan selama itu masih positif untuk dia. Jangan pernah kita mencegah hobinya maupun kesempatan dia mengembangkan bakat yang dia sukai selama bersifat Positif. Karena dengan melarangnya dapat menggangu kepribadian dan kepercayaan dirinya.
- Anda sebagai orang
tua harus menjadi tempat CURHAT yang nyaman untuk anak anda, sehingga anda dapat membimbing dia ketika ia sedang menghadapi masalah.
(YL)


Sumber:
htttp://www.anneahira.com/narkoba/index.htm
http://www.wikimu.com/news/displaynews.aspx?Id=12915

Umur Tak Jadi Masalah


Badan yang tua renta tidak menghentikan semangat Cihameh untuk mencari sesuap nasi. Dengan berbekal payung usang, beberapa kerupuk dan kue kecil, ia menjajakan dagangannya kerumah-rumah yang ada di Perumahan Reni Jaya, Sawangan, Depok.

Di daerah Perumahan Reni Jaya, Cihameh yang sering disapa dengan panggilan Nenek ini selalu rajin menjajakan dagangannya yang memang tidak seberapa hasilnya. Masyarakat di sekitar perumahan ini selalu membeli dagangannya maupun hanya sekedar memberikan uang atau barang-barang ala kadarnya untuk membantu C
ihameh. Tak sedikit pula orang yang memberikan payung atau makanan untuk bekal ia dijalan.

Ibu yang berumur 85 tahun ini memiliki 2 orang anak yang kini telah tinggal jauh darinya. Ada yang tinggal di Depok dan juga di Bekas
i. Anak-anaknya yang bernama Kamaludin dan Samsudin telah lama tak berjumpa dengannya lagi. Ia pun telah ditinggalkan oleh suami yang telah pergi mendahului dirinya, sehingga sekarang ia harus tinggal dan mencari nafkah sendiri untuk membiayai kehidupannya.

Walaupun badannya sudah sangat renta, ia terus bekerja apa saja untuk mendapatkan uang walau hanya sedikit. “Narik gerobak disuruh orang-orang, menanam kembang apa saja lah kerjanya,” katanya sambil mengusap keringatnya. Ia juga biasa mengambil kue di Pondok Petir, Sawangan, Depok untuk dijual kembali ke rumah-rumah. Kue yang diambilnya pun tidak bisa banyak karena badannya tidak kuat untuk mengangkatnya.
Dari kue yang akan ia jajakan, ia hanya mendapatkan 8 – 10 ribu rupiah setiap harinya. Penghasilan dalam sehari 8 – 10 ribu itu nantinya akan disetorkan kepada orang yang membuat kue, sehingga ia bisa hanya mendapatkan pendapatan bersih lima ribu rupiah.

Dar
i pendapatan yang ia peroleh setiap harinya, tetap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. “Kalau orang suka kasih saya beras seliter atau dua liter, ya saya masak saja itu beras,” ujarnya. Untuk memenuhi kebutuhannya ia biasa dibantu oleh para tetangganya maupun orang lain yang memberikannya makanan sehari-hari. Dalam menjaga kesehatannya pun hanya dengan obat ala kadarnya. Kalau sakit biasanya ia hanya menggosokkan balsam ke tubuhnya atau meminta tetangga untuk memijat dan mengurutnya. Ia tidak mau meminta tolong anaknya apabila sedang sakit karena ia tidak tahan dan muntah apabila anaknya membawanya dengan mobil untuk ke balai pengobatan setempat.

Rumah sebagai tempat tinggalnya yang berada di daerah Poncol, Depok merupakan rumah yang dibeli dengan hasil jerih payahnya sendiri. Rumah kecil yang berbentuk bedeng itu, h
anya ditinggali oleh ia sendiri tanpa ada listrik maupun barang-barang elektronik. Walaupun rumah itu sangat kecil, tetapi ia sangat puas terhadap rumah tersebut. Walaupun kebutuhannya maupun kehidupan Cihameh masih banyak yang tidak terpenuhi, tetapi ia tidak pernah mengeluh dan terus bekerja keras. (CC)

Jangan Jauhi Mereka!




Dari tahun ke tahun, kampanye HIV/AIDS makin gencar di berbagai negara. Padahal, banyak penderita HIV/AIDS meninggal bukan karena penyakitnya, melainkan karena perlakuan orang-orang disekitarnya yang membencinya. “Kasihanilah kami, terimalah kami. Jangan takut pada kami. Kita semua sama,” salah satu pernyataan dari Nkosi Johnson.


Nkosi Johnson adalah salah satu penderita HIV/AIDS yang kini telah meninggal dunia. Ia meninggal dalam umur 12 tahun. Diusianya yang sangat singkat dia berhasil memberikan suara lantang dalam kancah diskusi dunia soal HIV/AIDS. Nkosi yang dilahirkan sebagai Xolani Nkosi pada bulan Februari 1989 di sebuah kota kecil di pinggiran Johannesburg, Afrika Selatan. Sewaktu mengandung Nkosi, ibunya menularkan virus HIV kepadanya sehingga pada saat ia dilahirkan, ia didiagnosis HIV positif.

Nkosi mulai dikenal publik pada tahun 1997, saat ada sekolah dasar yang tidak mau menerimanya sebagai murid karena ia mengidap HIV. Menurut Nkosi, dia seharusnya diperbolehkan sekolah karena tidak ada hukum di sana yang mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang boleh didiskriminasi akibat status kesehatannya. Berawal dari hal itulah, Nkosi menjadi anak yang aktif di sekolahnya dan di pusat-pusat workshop HIV/AIDS. Ia ingin menghancurkan stigma orang-orang terhadap para pengidap. Tidak banyak dari para penderita HIV/AIDS yang HIV/AIDS (dijauhi, diasingkan, dibenci, dan disakiti).

Upaya yang dilakukannya pun membuahkan hasil. Dorongannya pada pemerintah menghasilkan kebijkan-kebijakan baru tentang penanganan HIV/AIDS. Nkosi akhirnya mendapatkan kesempatan untuk menjadi pembicara utama di Konferensi AIDS Internasional ke-13 di Durban, Afrika Selatan. Nkosi sempat diundang juga ke Atlanta, Amerika Serikat, untuk berbicara mengenai HIV/AIDS. Pada tanggal 1 Juni 2001, Nkosi Johnson pun meninggal dunia. Tidak banyak dari penderita HIV/AIDS dapat melakukan hal yang dilakukan oleh Nkosi tersebut. Banyak dari penderita yang kalah dan pasrah terhadap tudingan maupun perlakuan orang-orang disekitarnya. Padahal berbagi makanan atau alat mandi dengan penderita HIV/AIDS tidak akan membuat kita menjadi tertular. Kita juga tidak akan tertular apabila kita bersentuhan maupun berciuman dengan penderita HIV/AIDS, kecuali apabila sedang berdarah atau terdapat luka. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS inilah yang menjadi hambatan bagi para penderita untuk diterima dalam masyarakat.

HIV/AIDS merupakan virus terganas dan membahayakan kelangsungan hidup manusia yang hingga sekarang belum ditemukan obatnya. Hingga saat ini, sebanyak 2.480 orang meninggal di Indonesia akibat virus ini. Sebagian besar pengidap HIV/AIDS meninggal karena pneumonia dan bakteri yang menyebabkan TBC serta diare. Banyak orang yang beranggapan bahwa para penderita itu memiliki sikap maupun perilaku yang tidak bermoral. Anggapan itu tidak benar, karena tidak semua penderita tertular karena tingkah laku mereka yang tidak bermoral (seks bebas atau memakai narkoba). Banyak penderita yang tidak tahu apa-apa dan terkena virus tersebut. Hal itu bisa dikarenakan dengan adanya transfusi darah, tertular saat di kandungan, atau tertular dari pasangannya.

Sampai saat ini, HIV/AIDS masih belum bisa disembuhkan. Tetapi pada tahun 1996, ditemukan obat yang dapat menghambat virus tersebut. Dengan terapi pengobatan antiretroviral (Highly Active Antiretroviral Therapy atau HAART), usia harapan hidup para penderita HIV/AIDS dapat diperpanjang hingga 5-10 tahun. Sayangnya, penderita yang dapat membeli obat ini hanya sedikit. Untuk orang-orang di Afrika maupun di Asia, obat ini sangat mahal sehingga hanya sedikit orang yang dapat merasakan pengobatannya.

Menurut salah satu aktifis AIDS di Indonesia, Beby Jim Aditya, diperlukan dukungan kepada para penderita dan orang-orang terdekatnya dapat sangat membantu. Selain itu juga diperlukan bantuan ekonomi kepada para penderita karena obat tersebut sangat mahal. Sehingga yang dibutuhkan oleh orang-orang penderita HIV/AIDS saat ini adalah perhatian dari kita. Sadarkan orang-orang disekelilingmu supaya jangan berburuk sangka terhadap penderitanya. Mereka juga manusia. Jadi perlakukan mereka seperti manusia. Cara penularannya terbatas, jadi jangan sungkan-sungkan bergaul bersama mereka, asalkan tetap bergaul dengan benar. (CC)


Sumber:
Metrotv
Getfresh Magazine
Youtube- video peduli ODHA

Senin, Juni 08, 2009

Sejahtera = Masih Angan-angan

Saat ini kemiskinan sudah bukan hal yang jarang lagi. Banyak hal yang digembar-gemborkan pemerintah tentang pengurangan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat. Tetapi pada kenyataannya masih banyak orang-orang yang memiliki pendapatan di bawah UMR (Upah Minimum Regional) yang ditetapkan. Mereka mencoba untuk tetap dapat memenuhi kebutuhannya walaupun dengan pendapatan yang seadanya. Eli merupakan salah satu warga yang tinggal di daerah Bandung dan memiliki pendapatan di bawah UMR. Berikut ini adalah wawancaranya:


Nama : Eli Surya (20 tahun)
TTL : Bandung, 19 Februari 1988
Pekerjaan : Buruh Pabrik Garmen JSP di Jalan Cijerah


Sudah berapa lama kerja di Pabrik Garmen JSP?
Hampir 8 bulan. Masih baru.

Pendidikan terakhir dimana, Teh?
SMA 6 Cimahi.

Berapa upahnya?
Tergantung, kalau misalkan yang masih baru, sekarang teh 175.000, 5.500 per hari. Ada yang perminggu, perduaminggu atau perbulan. Tergantung lamanya. Kalau tetap perbulan, kalau kontrak perminggu.

Teteh sendiri yang tetap atau kontrak?
Perminggu, kontrak.

Jadi total upah per bulannya berapa?
Yaa… ada 350.000 lebih gitu atau 400.000 kalau dibuletin.

Tinggal sendiri atau sama orangtua?
Sama orangtua di Cijerah.

Orangtua masih kerja?
Maish kerja. Dua-duanya masih kerja.

Dengan upah segitu, cukup nggak membiayai kehidupan sehari-hari?
Dicukup-cukupin aja. Cukup ampe hari Sabtu.

Harapan masa depan seperti apa yang Teteh harapkan?
Kalau bisa mah pengen yang lebih tapi kalau misalnya sekarang kan nyari kerja susah. Ya udah yang ada aja dijalanin. Daa kerjanya juga nyantai, berangkatnya nggak terlalu pagi, pulangnya juga nggak terlalu malem gitu. Jalanin ajah.

Pandangan Teteh melihat kondisi yang semua serba mahal –krisis, bagaimana?
Sekarang mah kalau nyari kerja susah jadi gimana yah? Kalo Teteh mah dengan gaji segitu mah kecil gitu, kalau jujur mah kecil gitu. Nggak akan cukup sampai buat beli apa gitu, misalkan beli susu, beli makan, atau beras. Nggak mungkin cukup gitu. Tapi sekarang masih sama orangtua jadi pastilah masih dibantuin, tapi kalau misalnya nge-kost kan nggak cukup jadi susah. Kalo nyari kerja lagi susah. Ah udah kadaluarsa! Soalnya kalau mau ngelamar lagi kebanyakan yang diteirma yang lulusan tahun sekarang kalau tahun yang kemarin susah. Kalau yang udah lama harus ada skill. Ada kemampuan, misalnya komputer atau ngejahit. Kayak pabrik-pabrik gede kayak Kahatek, Sansan, yang di Cijerah, kebanyakan harus ada skill, kemampuan. Menurut Teteh mah susah. Suah nyari kerja, ngg… untung Teteh kerjanya deket sama rumah, cuma ongkos 1000. Apalagi kalau yang kerjanya jauh, terus gajinya kecil, pasti kan gajinya habis sama ongkos.

Bagian apa kerjanya?
Bagian potong benang.

Orangtua kerja apa?
Sama. Kalau Mama bagian jahit. Kalau Papa PNS. PNS juga gajinya, juga nggak terlalu gede, kecil juga, tapi pas-pasan aja. Cukup lah untuk ngurus anak sama istri.

Teteh berapa bersaudara?

Dua. Teteh yang paling gede, hehe.


Adik kelas berapa?
Kelas 2 SMA.

Teteh kenapa milih langsung kerja daripada kuliah?
Nggak, soalnya apa yah? Kalau misalnya kuliah harus ada uang lagi kan? Kalau misalkan... Mama sama Papa kan kerja, adek kan mau masuk satu SMA, jadi kan harus ada banyak biaya. Jadi nggak mungkin bisa. Ya udah daripada kuliah mending cari kerja aja. Waktu itu pernah ngelamar ke Kahatek keterima, tapi sekarang udah keluar. Capek.

Kerjanya overtime gitu atau bagaimana?
Nggak. Di-shift, tiga shift. Pagi, siang, sama malem. Cuma ya seniornya kata-katanya kasar. Jadi ah capek aja.

Adik rencananya dikuliahin nggak?
Adek? Nggak tau, lihat dulu. Soalnya adek juga masih gimana gitu. Kalau bisa mah dikuliahin, jangan sama kayak kakaknya.

(YL)